Beranda · SINOPSIS CANSU HAZAL · ARTIKEL · VIDEO · TOKOH

Sinopsis Cinta Elif Episode 22 Tayang Kamis 29 Oktober 2015 Bagian Ketujuh Lengkap



http://mahidevranlovers.blogspot.com/



 

Omer, Arda, dan Pelin, sedang berada di sebuah kafe. Arda dan Pelin bertanya kenapa Omer seperti sedang menjauhi Elif, padahal sekarang Elif sangat membutuhkan kehadirannya. Setelah dipaksa Arda dan Pelin, akhirnya Omer memberitahu alasan mereka. Bahwa Elif seorang pencuci uang haram. Itu kenapa dia sangat kecewa pada Elif saat ini.


Elif menemui Asli di rumah sakit. Asli masih saja tak bangun-bangun. Elif mengatakan sesuatu padanya.
“Kakakku sayang. Hari ini kita mengucapkan perpisahan pada ibu kita. Dia tidak bersama lagi dengan kita. Ibu telah bersatu dengan ayah. Mereka berdua telah tiada. Kumohon, kerahkan tenagamu! Kita ditinggal sendirian. Kami sangat membutuhkanmu.”
Tayyar datang. Elif memeluknya. “Paman Tayyar, berapa lama lagi dia akan tertidur? Apa mereka menyuntikkan obat begitu banyak?”
“Kau benar sekali. Tapi kami terpaksa melakukannya. Dia harus melalui semua ini. Kita terpaksa membiusnya agar dia tidak melukai dirinya sendiri. Dia hampir saja meloncat dari jendela. Kau tahu itu? Kami sudah berkonsultasi dengan dokter dari Amerika. Dia akan datang kemari. Dia akan meresepkan dosisnya. Jadi jangan mengkhawatirkannya!”
“Baiklah. Lakukanlah apapun yang dibutuhkan selama masih di bawah kontrol.”
“Baiklah! Jangan cemas!” Ucap Tayyar, yang lalu pergi keluar.
Elif kembali mendekati Asli dan mencium hidung kakaknya itu sembari menangis.


Di lorong rumah sakit, Elif kembali menemui Tayyar.
“Taner juga di penjara. Jika dia disini, setidaknya dia bisa membantu Asli!” Ujar Elif.
“Apa Taner baik-baik saja? Tempatnya akan terlihat sangat kecil baginya selama dia ada di sana. Kedaan seperti itu tak akan pernah ia sangka. Beritahu aku jika dia butuh seorang pengacara.”
Elif lalu mengingat perkataan Omer, kalau Taner berselingkuh dengan Pinar. Elif pun sangat takut kalau Tayyar mengetahui soal itu.
“Tak perlu. Tak butuh pengacara, Paman Tayyar! Aku juga belum mengunjunginya sama sekali. Hari ini aku akan kesana. Aku tidak tahu apa yang harus kuperbuat dan bagaimana aku akan mengatasi semua ini.”
“Apa kau berpikir kalau Taner seorang pembunuh?”
“Aku tak tahu, Paman. Aku tak tahu.” Elif menutupi wajahnya. “Aku berdoa pada Tuhan semoga saja bukan dia. Aku berhenti memikirkan tentang kami sekarang. Ibu, ayah, dan Taner? Asli tak akan mampu menghadapi semua ini.”
“Kau benar. Kau benar.”
“Bagaimana keadaan Pinar? Dia tak datang saat pemakaman!”
“Dia baik-baik saja. Dia berada di rumah ibunya.”
 







Di tengah laut, di dalam kapal, kondisi Pinar semakin lemah. Dia kehausan. Ia lalu melihat ata tetesan air hujan di atap. Pinar membuka mulutnya dan menangkap tetes-tetesan itu untuk mengobati dahaganya.

 
 

Kembali ke Omer, Arda, dan Pelin yang berada di kafe tepi dermaga.
“Aku sungguh tak menyangka kenyataan seperti ini datang dari Elif. Aku benar-benar tak menyangka.” Ujar Omer.
“Apa ini yang membuatmu begitu terkejut?” Tanya Pelin. “Kita tahu bahwa Metin telah mengancam Elif. Adiknya saat itu ada di genggaman Metin. Dia melakukan semua itu untuk melindungi keluarganya. Kepeduliannya bukanlah keburukan. Sebenarnya, dia juga korban. Kau tidak memikirkannya lewat cara pandang yang lain, Omer! Kau lebih mengenalnya dibandingkan kita. Dia bukanlah tipe gadis yang sanggup melakukan kejahatan.”
“Tapi dia sudah melakukannya, Pelin. Dia telah melakukannya. Dia sudah menyelesaikannya. Aku bersamanya saat itu. Aku benar-benar Marah pada Elif!” Jawab Omer. “Aku sudah menanyainya saat di Roma, ketika aku mencurigainya. Aku memintanya, jika mereka menyuruhnya melakukan pencucian uang haram, jangan mau melakukan perbuatan bodoh itu. Aku bisa menolongnya.”
“Tapi dia sedang diancam dengan nyawa adiknya sebagai taruhan. Bagaimana bisa dia langsung mempercayai seorang pria yang baru dikenalnya dalam dua hari (yang dimaksud Pelin adalah Omer)? Dia mungkin berpikiran, bisa jadi kau seorang polisi korup. Bisa jadi kau pria yang bekerja dengan Metin. Pikirkanlah tentang adiknya yang bisa saja mati jika Elif membuat sedikit kesalahan saja. Lihatlah masalah ini lewat matanya Elif (cara pandangnya Elif) dan tempatkan dirimu dalam sepatunya.”
“Percayalah padaku, hari itu aku tak melakukan apapun, Pelin! Aku tak menyalahkan Elif. Sebetulnya, aku marah pada diriku sendiri.” Tutur Omer.
“Apa yang kau temukan hingga kau menyalahkan dirimu lagi saat ini?” Tanya Arda.
“Bagaimana bisa aku tak melihatnya, Kawan? Bagaimana bisa aku tak melihatnya? Segalanya terjadi dan berakhir di depanku. Aku sudah tahu kalau dia menyembunyikan sesuatu sejak awal. Tapi apa yang kulakukan? Aku mengabaikannya jauh di belakang, lalu melupakan semua itu.” Omer menjelaskan.
“Kawan, dengarkanlah! Kau terkadang lupa bahwa kau hanyalah manusia. Oke, kau sungguh polisi yang hebat tapi kau sejatinya Cuma manusia. Maksudku, semua ini bisa terjadi. Itu mungkin kau melewatkan sesuatu. Itu mungkin kau membuat kesalahan.” Arda menasehatinya.
“Omer, kau mempercayainya. Ini bukanlah kesalahan ataupun sesuatu yang salah.” Tambah Pelin.
“Bisakah orang menjadi buta melihat sesuatu yang sama (kesalahan Sibel dan Elif) dua kali, Pelin? Aku tak bisa memaafkan diriku sendiri untuk kasusnya Sibel... dan sekarang, Elif juga....” Omer masih bertahan dengan amarahnya.
“Tapi kasusnya berbeda kali ini, Kawan!” Sela Arda.
“Itu sama... sama...”Omer bersikeras. “Saat aku membiarkan Elif masuk ke dalam hatiku, otakku berhenti bekerja. Aku tak mampu menagkap si Anjing Metin dan aku tak bisa melindungi Elif.”
Omer akhirnya pergi meninggalkan Pelin dan Arda.

 

Diam-diam, Huseyin mendatangi mobil milik Taner yang masih berada di departemen forensik. Saat memeriksa, muncul seorang petugas forensik. Mereka membuat kesepakatan soal Taner.
“Apa yang terjadi dengan laporan mobilnya?”
“Laporannya ada disini, Pak. Jika kau menandatanganinya, pekerjaan kami akan selesai.”
“Jangan! Kirim saja ke kantor sesuai prosedur normalnya...”
“Baiklah!”
“Sudah jelas ada darah Taner di baju dan mobilnya. Apa kau sudah menemukan sesuatu yang baru?”
“Ya, kami menemukannya, Pak.”
“Apa yang kau temukan?”
“Darahnya tidak cocok dengan DNA Ahmed Denizer maupun Sibel Andac. Itu darah orang lain...”
“Apa semua itu tertulis di laporan yang sedang kau pegang?”
“Tentu saja tidak, Pak. Disini tertulis bahwa darah kedua korban ditemukan di mobilnya Taner Akcali. Aku sudah mencetak apa yang sudah kau suruh dengan benar.”
Huseyin pun tersenyum. “Terima kasih. Seorang tetangga membutuhkan tanah tetangganya (pepatah = harus saling tolong menolong), Asdi! Hari ini aku butuh bantuanmu, dan esok aku akan membantumu....”


Di dalam sel tahanannya, Taner terus saja mondar-mandir lalu duduk berpikir. Tak berselang lama, seorang petugas memberitahunya kalau ada yang mengunjunginya. 
 
 Rupanya yang datang ialah Omer. Taner sangat tak menyangka.
Keduanya berbicara lewat telepon, karena terhalang dinding kaca.
 
 “Apa yang kau lakukan disini?” Tanya Taner.
“Kita harus bicara.” Jawab Omer.
“Kita harus bicara? Bukankah kau sedikit terlambat?”
“Kau yang butuh pertolonganku. Jadi dengarkan aku. Kau akan membantuku, dan aku akan membantumu.”
“Ooooh.... apa kau tahu program perlindungan saksi? Semua itu tak bisa membuatku bergerak kemanapun. Ibu mertuaku telah meninggal. Aku tak tahu keadaan istriku. Mereka membutuhkanku di sana tapi aku ada di penjara ini....” Taner marah-marah. “Siapa yang bertanggung jawab atas semua ini Omer? Siapa? KAUUU! Kau menjebloskan orang yang tak bersalah ke dalam penjara!”
“Makanya ceritakan padaku Taner! Katakan kenapa pengakuanmu dengan Pinar bisa berbeda. Apa yang kau lakukan malam itu? Ada 45 menit yang hilang. Apa yang kau lakukan dalam 45 menit itu? Selain soal berlian yang ada bersamamu....”
“Aku sudah pernah bilang. Aku sudah bilang semuanya. Aku menemukan berlian itu di lemari pakaian Asli. Di antara gaun malam. Aku bersumpah padamu, aku tak tahu lagi selain itu. Aku tak tahu kenapa berlian itu bisa ada di sana. Aku tak tahu Omer...” Jelas Taner.
Di saat yang bersamaan, diperlihatkan FLASHBACK saat Huseyin dan para polisi yang lain menggeledah kamarnya Asli setelah hari pembunuhan. Huseyin masuk ke kamar Asli, dan meletakkan sebutir berlian merah muda dalam lemari. Dialah yang meletakkan berlian yang ditemukan Taner.
Kembali ke Omer dan Taner.
“Oke. Aku mempercayaimu.”
“Aku tak berbohong.”
“Mungkin memang kau tak berbohong, tapi yang pasti kau melewatkan sesuatu. Dimana kau dan Pinar malam itu saat terjadinya pembunuhan? Karena ada waktu 45 menit kau menghilang dari rumah....”
“Aku tak bisa memberitahumu soal tempat dimana aku malam itu. Oke? Tapi percayalah Omer. Aku tak membunuh Ahmed Denizer maupun gadis itu. Harus berapa kali lagi aku bilang? Aku tak bersalah.” Taner berteriak-teriak. Emosinya.
“Tenanglah. Mari kita membuat kesepatakan. Kesepakatan yang jelas. Kau menolongku, aku akan membantumu. Sekarang, atau tidak akan pernah. Oke?”
Taner menghela napas panjang. “Dengarkan aku baik-baik! Ada orang lain yang juga sedang mencari berlian-berlian itu. Dia telah mengikutiku. Dan menekanku. Dia berpikir kalau aku menyimpan semua berlian itu. Kau akan membantuku,,,, dan aku akan memberitahumu siapa itu...”
“Siapa? Siapa pria itu? Apakah dia pemilik berliannya?”
“Aku tak tahu. Mungkin dia pemilik berliannya. Mungkin juga dialah sang pembunuh yang sebenarnya. Omer, aku hanya bisa memberitahumu soal ini. Pria ini sangat berbahaya.”
Setelah itu Taner menutup teleponnya, lalu pergi. Omer memanggilnya, namun Taner mengabaikannya.
“Taner, katakan siapa pria itu? Taner!"
 Taner masuk ke dalam selnya. Omer kesal di ruang kunjung, hingga ia memukul tembok dan menendang kursi. Setelah itu ia keluar.
 Tak disangka, Elif datang bersama pengacaranya ke penjara. Omer dan Elif bertemu lagi di sana. Keduanya sebentar bertatapan, namun Omer berlalu begitu saja di depannya. Omer memanggilnya, dan mengejarnya. Elif lalu membicarakan bagaimana kelanjutan hubungan mereka.






DAFTAR SINOPSIS TERBARU
CINTA ELIF

Artikel keren lainnya: