Beranda · SINOPSIS CANSU HAZAL · ARTIKEL · VIDEO · TOKOH

Sinopsis Cinta Elif Episode 24 Tayang Sabtu 31 Oktober 2015 Bagian Kedelapan



http://mahidevranlovers.blogspot.com/



 Setelah itu Asli berdiri di depan kuburan ibunya. Air matanya kembali pecah. Ia pun berbaring di atas kuburan. Elif dan Nilufer menghampirinya.
Di rumah rahasianya, Huseyin sedang bersama istri simpanannya dan anak lelakinya. Mereka bersenda gurau dan tertawa bahagia.
 
Malam harinya, Elif terbangun lalu menangis di dekat jendela kamarnya. 



Diam-diam Omer mengawasinya dari kejauhan (di tepi jalan) dan ikut bersedih.Omer lalu pergi dengan mobilnya.
Dua hari kemudian. Omer mendatangi gurunya, seorang ahli kaligrafi, untuk menyelidiki tulisan Taner dalam surat pengakuannya sebelum ditemukan tewas di penjara.
 Saat gurunya sedang sibuk mengamati tulisan Taner.... Omer malah sibuk memandangi GambarKaligrafi Penari Sufi yang terpajang dalam bingkai, di meja belakang gurunya. Omer menyukai gambar itu.
 “Apa kau yang membuatnya? Itu sangat indah!” Ucap Omer.
“Kubuat musim semi ini. Jika kau suka, kau bisa memilikinya.”
“Itu seperti aku telah memintanya, Guru!”
“Kenapa kau tak memintanya saja? Akupun membagi-bagikan gambarku ke orang lain. Gambar ini akan jatuh ke tanganmu untuk dekorasi dinding rumahmu.
 Omer tersenyum saat memandangi gambar itu. Ada tulisan arab di dalamnya. “Apa ini artinya?” Tanya Omer.
Tahu-tahu Omer sudah berada di dalam kantornya Elif sembari membawa gambar yang diberikan gurunya tadi. 

Dia mencari-cari tempat yang pas untuk meletakkan gambar itu.
Elif lalu datang. “Omer... selamat datang!”
 “Terima kasih. Selamat untuk kantor barumu. Ini tak sedingin seperti kantormu yang dulu...”
“Sanjunganmu sangat manis. Terima kasih.”
“Bagaimana kabarmu?”
“Aku sedang mengelola perusahaanku.”
“Aku sedang menyiapkan pernyataan....”
“Aku tidak datang untuk pernyataanmu tentang Taner. Jika kau tidak membawa berita buruk lagi...”
“Apa kau pikir aku suka memberimu kabar buruk?”
“Bukankah semua itu bagian dari pekerjaanmu? Apa bedanya jika kau marah padaku ataupun orang? Apa ada artinya bagimu? Benar kan?”
Omer terdiam. Kesal.
Elif melihat ada sesuatu yang disembunyikan Omer. “Apa itu di tanganmu?”
“Sebuah hadiah. Hadiah kecil untuk kantor kecilmu.”
Omer memberikan gambar yang diminta dari gurunya pada Elif.
 
 “Sangat indah...” Elif menyukainya.
“Itu sebuah kaligrafi yang diberikan padaku. Saat aku melihatnya, aku langsung memikirkanmu.” Ucap Omer.
Elif tersenyum, “Apa kau tahu tulisan di kaligrafi ini?”
“Tentu saja aku tahu...tulisannya : Be how you appear or appear how you be....”
Omer lalu melanjutkan ucapannya, “Aku temukan dinding kosong agar kau bisa meletakkannya di sana. Saat kau melihatnya, kau akan memikirkanku.”
Elif hanya terdiam menatap Omer.
Omer pun mengajak Elif bersiap, “Ayo... kita harus segera pergi!”
“Kemana?” Tanya Elif.
“Jangan bertanya! Ikut saja denganku...!”
“Jangan bergurau Omer. Aku tak bisa pergi kemanapun hari ini. Aku tak punya waktu.”
“Ayo pergi dan kau akan mengerti sesampainya di sana nanti...”
“Omer!”
Elif akhirnya mengikuti kemauan Omer.
Di luar kantor, Elif memberitahu Omer, “Aku lelah dengan permainan teka-teki...tahukah kau?”
Elif terus menggerutu, namun Omer malah membelikannya Pretzel (kue kering) yang berjualan persis di depan kantornya Elif.




 Omer menawari Elif, namun Elif tak mau. Di saat yang bersamaan, Bahar datang dengan mobilnya. Bahar melihat Omer dan meledeknya, “Oh lihat siapa yang ada disini....! Aku melihat ada Detektif Omer menghiasi kantor baru kita.”
 Omer tampak tak menyukai dan mengacuhkan Bahar. Omer lalu pergi begitu saja bersama Elif.
Saat berjalan menuju mobil, Omer dan Elif berpapasan dengan Levent yang baru saja turun dari taksi. Levent menatap kecewa ke arah Elif. Sedangkan Elif merasa tak enak kepada Levent dan Cuma mengucapkan salam. Omer terlihat cemburu. 


 

Setelah itu keduanya masuk ke dalam mobil dan pergi.
Levent hanya terdiam menahan kekecewaannya. Bahar melihat Levent dari kejauhan namun tak berani menghampirinya. Bahar tahu kalau Levent cemburu pada Omer, karena dia benar-benar mencintai Elif.
Di dalam mobilnya, Omer yang sedang menyetir dan mengemil kue, tak bisa menyembuyikan kecemburuannya pada Levent.
 “Orang bodoh itu masih saja bekerja di perusahaanmu?”
“Siapa?”
“Memangnya siapa lagi? Levent atau siapalah. Yang tinggi itu...”
“Ya. Kau salah paham dengannya, Omer!”
“Huh. Itu tak penting bagiku. Oke?”
“Lalu kenapa kau menanyakan hal itu jika kau tak peduli, Detektif?” Elif kesal.
“Baiklah, Signorina (Nona)! Baiklah, aku tak akan bertanya.”
Di kantor polisi, Komisaris Ali duduk di meja kerjanya Pelin dan sedang memeriksa berkasnya Taner. Ada Pelin, Arda, dan Huseyin di sana.
 “Apa yang sudah kalian temukan dengan kancing bajunya Taner ini?” Tanya Komisaris Ali.
“Belum ada, Pak. Kancing ini bukan dari bajunya Taner. Ada sidik jari orang lain di sana. Itu milik tahanan lain yang ada di dalam sel itu --- seseorang yang masuk sebelum Taner!” Jawab Pelin.
“Dan kita tidak menemukan sidik jari orang lain pada kancing itu.” Tambah Arda.
“Lalu? Apa lagi yang kalian cari? Semuda bukti sudah disimpulkan. Dia jelas-jelas bunuh diri. Seorang pembunuh melakukan bunuh diri. Itulah yang terjadi...” Bentak Komisaris Ali.
“Demi Tuhan, akupun mengatakan hal yang sama, Pak, tapi aku tak bisa membuat mereka mendengarkanku...” Sela Huseyin.
“Siapa yang tak mau mendengarkanmu? Bahkan kepala penjara melaporkan kalau itu adalah bunuh diri. Apa lagi yang kalian bingungkan setelah terkumpul semua bukti? Aku punya 80 kasus lainnya di meja kerjaku.” Komisaris Ali marah-marah.
“Tak ada catatan bunuh diri... tapi....” Ucap Pelin yang disela Huseyin.
“Pelin, ada surat yang ditulis sendiri oleh pria itu. Kita sudah melaporkannya.” Sela Huseyin.
“Pak, itu memang benar. Tapi bagaimana kita tahu dia menulisnya atas keinginannya sendiri? Mungkin saja dia dipaksa untuk menulis itu...” Sanggah Arda. “Omer mengunjungi Taner sehari sebelum dia tewas. Dan taner berkata, jika Omer membebaskannya dari penjara, dia akan memberitahunya nama orang yang bertanggung jawab atas semua ini. Apakah ada orang yang ingin mati sementara dia berjuang menyelamatkan hidupnya sendiri, Pak?”
“Kematian tak pernah diputuskan dengan tangan. Itu terjadi tiba-tiba.” Elak Komisaris Ali.
“Kau ada benarnya juga, Pak. Tapi tidakkah kau memberi kami satu hari lagi. Jika kami tak menemukan apapun sampai malam,,,, kita bisa menutup kasus ini.” Pinta Pelin.
Komisaris Ali dan Huseyin saling menatap sebentar.
“Baiklah. Baiklah!” Ucap Komisaris Ali. “Lakukanlah... tapi aku tak mau ada penundaan lagi paginya, esoknya...!”
Setelah itu Komisaris Ali pergi. 
 “Kalian tak akan berhasil. Demi Tuhan, kalian tak akan berhasil!” Ujar Huseyin yang kesal pada Pelin dan Arda.
Huseyin lalu menanyakan dimana Omer. Arda dan Pelin tak tahu. Huseyin kesal lalu masuk ke dalam ruang kerjanya.

 
 
Omer mengajak Elif jalan-jalan ke suatu tempat --- sebuah jalan yang kanan kirinya dipenuhi pertokohan dan banyak turis berbelanja di sana. Omer meminta Elif untuk melihat banyak orang dan mempelajari bahasa tubuh manusia.
Omer lalu melihat keanehan di depan sebuah toko pakaian. Ada seorang wanita berambut coklat, menenteng tas hitam, sedang sibuk melihat-kain kain. Sementara di belakangnya ada perempuan tua, berkerudung, yang gerak-geriknya mencurigan. Lalu di depan wanita berambut coklat itu ada seorang ibu berambut pirang bersama anak balitanya.
 
 
 Omer lalu mengajak Elif bersembunyi di sisi toko sambil mengamati ketiga wanita itu.
 “Apa kau lihat wanita tua di sana?” Tanya Omer.
“Yang memakai scarf (kerudung)?” Tanya balik Elif.
“Ya. Lalu apa kau lihat perempuan yang membawa anak kecil di sana?”
“Ya.”
“Wanita tua itu akan mencuri dompet wanita yang sedang sibuk melihat-lihat pakaian di depan toko itu!” Ujar Omer.
“Omer, jangan bodoh! Wanita tua itu berwajah lugu dan baik. Dia sedang sibuk dengan urusannya sendiri.” Elif tak percaya.
“Ah... kau akan lihat!”
 

 
 Akhirnya, perempuan yang bersama anak kecil, menghampiri dan berlagak menyakan sesuatu pada wanita berambut coklat. Di saat yang bersamaan, wanita tua di belakang, mencopet dompet dari tas wanita berambut coklat. Elif berteriak, namun Omer memberitahunya bahwa sudah ada dua polisi yang akan mengejar wanita tua pencopet itu.
Di rumah sakit, polisi mendatangi Pinar yang sudah siuman. 
 “Kami ingin menanyakan sesuatu...” Ucap seorang polisi.
“Apa ada yang tahu bahwa aku berada di sini?” Tanya Pinar.
“Kami tak bisa menghubungi siapapun. Tak ada kartu identias maupun ponsel dalam bajumu. Apa kau ingat namamu dan apa yang terjadi padamu?”
Pinar ketakutan. Ia pun menjawab, “Tidak. Aku tak ingat namaku atau yang lainnya...”
Pinar berbohong agar keberadaannya tak diketahui Tayyar.
Sang polisi lalu menyuruh anak buahnya yang mencatat untuk mencari tahu siapa pemilik kapal tempat Pinar disekap.
Di tepi laut, Tayyar dan Metin sedang membicarakan Omer.
 
 “Dan si bedebah Omer juga ikut menyelidiki kasus ini (Pinar).” Ucap Tayyar.
“Itu bukan masalah. Polisi tak akan bisa menemukan jejak kita karena kapal itu tak terdaftar atas nama kita.” Balas Metin.
“Dimana perempuan itu (Pinar), Metin?”
“Kami sudah bertanya pada orang yang terakhir melihat kapal itu. Polisi pantai datang menyelamatkannya lalu pergi meninggalkan kapal. Tak ada yang tahu apapun setelah itu...” Jawab Metin.
Tayyar marah hingga menghancurkan gelas yang dipegangnya.
“Jangan membacakan puisi untukku. Lupakan semua prosedur! Pergi dan temukan wanita itu... dan bunuh dia!”
Sementara itu, Omer mengajak Elif ke hutan. Diam-diam, ada yang mengawasi mereka dengan teropong (Yang mematai-matai ialah Komandan Sami).

 
 
Omer lalu menggambar tanda silang sebagai sasaran tembak pada batang pohon. Ia lalu megajari Elif menembak. Awalnya Elif menolak, namun Omer terus saja meyakinkan Elif bahwa dia harus bisa memakai senjata untuk melindungi dirinya dari Metin.
 
 





DAFTAR SINOPSIS TERBARU
CINTA ELIF

Artikel keren lainnya:

Sinopsis Cinta Elif Episode 24 Tayang Sabtu 31 Oktober 2015 Bagian Ketujuh



http://mahidevranlovers.blogspot.com/



Omer lalu mengantar Elif menemui Cihan. Elif menghadiahinya berlembar-lembar uang. Setelah Elif pamitan pada ibunya Cihan, dia berniat pergi dan Omer mengucapkan sesuatu padanya.
 
 “Kau tak menikmatinya (pesta), kan?”
“Tidak, malah sebaliknya. Aku sangat menikmatinya. Tapi aku tidak mau mengganggumu lagi.”
“Kau memang berbeda dari orang biasa, Signorina (Nona)!”
“Aku juga tumbuh di negara ini, Commiser (Pak Detektif)! Kau menganggap kalau diriku tak nyaman dengan pesta ini karena keluargaku kaya. Semoga harimu menyenangkan!” Elif lalu pergi.
Omer hanya terdiam. Dia hanya melihat dari kejauhan saat Elif pergi dengan mobilnya. Wajah Omer terlihat kesal.
Setelah itu, Omer, Arda, dan Pelin berbincang di satu meja, masih di tengah pesta.
 
 
 “Wow... Elif sungguh mengejutkanku kadang-kadang!” Ujar Pelin.
Omer langsung menenggak habis minumannya saat mendengarnya. Arda lalu meledeknya. “Haruskah kupesankan lagi minuman untukmu?”
“Apa masih ada lagi sirup strawberry-nya?” Tanya Omer.
“Aku akan mencarikannya....”Jawab Arda.
“Jangan... dia sedang kacau...” Ucap Pelin sembari menatap Omer.
“Bukankah kau yang memulai pembicaraan ini, Pelin?” Omer kesal. Omer lalu menyuruh Arda. “Cepat bawakan aku sirup strawberry yang banyak!”
Arda pun pergi. Pelin lalu menanyai Omer. “Omer, ada sesuatu dalam hidup ini yang tak bisa kau ingkari. Kau tahu itu kan?”
“Kenapa kau tak meminum tehmu saja?” Suruh Omer.
“Baiklah, kita akan membicarakannya nanti saja!” Pelin memalingkan muka.
Huseyin lalu datang. “Selamat malam...!”
 “Oh Kakak, kami sangat meridukanmu!” Ledek Omer.
“Apakah kau bisa memberitahu kami, kau sangat terlambat....” Tambah Pelin.
“Aku dinas di luar, Pelin!” Jawab Huseyin.
“Selamat datang, Bos! Apa kau mau minum?” Tanya Arda saat dia datang membawakan minumannya Omer.
“Jangan pikirkan soal itu sekarang. Aku harus memberitahu kalian sesuatu.”
“Apa yang terjadi?”
“Menantunya Ahmed,,, Taner. Dia bunuh diri.”
“Jangan katakan itu!”Ucap Arda.
“Kapan?” Tanya Omer.
“Semalam,” Jawab Huseyin.
“Kenapa kita baru tahu sekarang?” Omer heran.
“Jangan marah! Apa kau pikir aku yang merahasiakannya? Mereka mencoba menghubungi keluarganya tapi mereka tak bisa menemui siapapun. Kita pun baru tahu sekarang.”
Omer lalu berniat pergi, dan Huseyin menanyainya. “Kau mau kemana?”
 “Ke tempat dimana insiden itu terjadi, Kak!”
“Tak ada insiden, Omer! Pria itu menanggung perasaan bersalah hingga dia membunuh dirinya sendiri.”
“Kak, ada seseorang yang mencoba menutup kasus ini entah untuk alasan apa. Jangan membantu mereka juga. Kasus ini akan ditutup tapi kau takan menutupnya demi aku, Kak!”
Omer lalu pergi. Arda dan Pelin ikut bersamanya.
Huseyin kesal sendiri hingga terpaksa ikut mereka.
Di dalam sel penjara, Omer menginterogasi teman satu sel Taner (orang suruhan Tayyar dan Metin yang membunuh Taner). Sementara itu Huseyin tampak diam di sudut tembok.
 
 “Apa kau tak mendengar sesuatu? Dia pasti membuat suara saat itu...” Tanya Omer.
“Bukankah aku pasti akan mencegahnya jika aku mendengarnya? Maafkan aku, tapi aku benar-benar terlelap saat itu.”
“Lalu bagaiana bisa kau gambar kejadiannya?” Tanya Pelin.
“Ketika aku bangun, aku sudah melihatnya tergantung. Pria yang malang. Semoga Allah mengampuni dosa-dosanya.”
“Dan setelah itu?” cecar Omer.
“Setelah itu mulai berteriak dan para penjaga datang. Mereka yang menurunkan tubuh pria malang itu. Dia juga meninggalkan selembar surat di kasurnya. Petugas datang dan mengambilnya. Semuanya terjadi seperti yang kuceritakan.”
Meski begitu, Omer tampak tak mempercayai orang itu. Omer lalu menoleh ke arah Huseyin. “Kau tak seharusnya melibatkan dirimu dalam masalah ini, Kak!”
Mereka berdebat kecil. Omer lalu memeriksa tempat tidurnya Taner. Ia menemukan kancing bajunya Taner, lalu menyuruh Pelin mengambil sarung tangan untuk mengambilnya.
Omer curiga kalau kancing itu milik Taner yang jatuh saat dia digantung. Huseyin meyakinkan Omer, bisa jadi itu milik orang lain.
 Arda datang membawa surat yang ditulis Taner sebelum meninggal. Surat pengakuan Taner pada istrinya (Asli). Omer terkejut melihatnya, karena disitu Taner mengakui semua.
FLASHBACK : Di malam terbunuhnya Taner, sebelum teman satu selnya menjerat lehernya sampai tewas, seorang penjaga datang membawa kertas dan pena. Penjaga itu menyuruh Taner menulis surat pengakuan pada istrinya terlebih dahulu. Taner tak mau. Ia pun dipaksa dengan tali dilingkarkan ke lehernya. Setelah ia menulis surat pengakuan itu, Taner pun dibunuh dengan jeratan tali.
 
 
 Flashback berakhir.
Omer menatap penuh curiga ke arah teman satu selnya Taner. Setelah itu ia keluar. Arda, Pelin, dan Huseyin ikut menyusul di belakangnya.
Rupanya Omer, Arda dan Pelin pergi ke rumah Tayyar. Di depan rumahnya berdiri banyak penjaga.
 
 Omer menunjukkan identitasnya. “Saya Omer Demir. Detektif. Saya ingin menemui Tuan Tayyar Dundar!”
“Baiklah!” Salah penjaga lalu masuk memanggil Tayyar.
Sementara itu, Pelin dan Arda berbincang berdua.
“Kenapa kita meninggalkan Pak Huseyin? Aku tak mengerti...” Ucap Pelin.
“Nanti saja kita tanyakan hal itu pada Omer!” Jawab Arda.

Tayyar yang sedang berada di teras depan rumahnya, menyuruh penjaganya agar mengizinkan Omer masuk. Penjaga itu berlari memanggil Omer.





.
 “Ada apa, Tuan Omer? Apa yang terjadi malam ini?” tanya Tayyar. “Silahkan duduk....!”
“Aku tidak datang untuk duduk, Tuan Tayyar! Bisakah kau memanggil Nona Pinar?”
Tayyar shock. “Apa alasannya?”
“Aku punya beberapa pertanyaan mengenai kasus Ahmed Denizer dan Sibel Andac!”
“Aku kira mereka menahan Taner dan kasusnya ditutup. Apa ada perkembangan baru?”
“Investigasinya masih berlanjut. Semuanya bisa kujelaskan sekarang. Tapi bisakah kau memanggil Pinar?”
“Pinar tak ada disini.”
“Apa dia ke rumah ibunya? Bisakah kau menghubunginya atau memberiku alamatnya?”
“Pinar telah meninggalkanku. Kami berpisah.”
“Oh...hubungan kalian terlihat harmonis dari kejauhan.”
“Itu juga yang kupikirkan. Tapi hidup tak seperti itu. Penuh dengan kejutan.”
Sementara itu Omer terus mengawasi rumah Tayyar. “Baiklah...! Apa kau punya sebuah alamat? Apakah kau tahu kemana dia pergi?”
“Apakah kau datang untuk menabur garam di lukaku?”
“Maafkan aku...”
“Itu tak penting. Kau sedang mengivestigasi. Kau tak salah.”
“Selamat malam Tuan Tayyar. Maafkan aku karena sudah mengganggumu.” Omer akhirnya pamitan.
“Kau juga, selamat malam!”
Di rumahnya, Elif dan Bahar dua berdua di atas karpet, di ruang tamu.
 “Aku mulai mendengar suara-suara aneh di rumah ini. Rupanya saat dirimu tinggal sendiri, kau mulai merasa takut pada rumahmu sendiri....” Ujar Elif.
“Dengarkan aku! Aku rasa kau harus pindah dari rumah ini. Atau jual saja. Kau butuh uang. Mungkin rumah ini hanya akan memberimu perasaan yang tidak baik.” Saran Bahar.
“Ibuku dan ayahku masih tinggal di rumah ini, Bahar! Kami sudah tinggal di rumah ini. Aku akan berjuang hingga akhir agar tak kehilangan rumah ini. Aku akan membuat rumah ini menjadi hangat lagi.” Elif menangis.
Setelah itu terdengar bunyi bel pintu. Elif dan Bahar bersama-sama menghampiri pintu, lalu Elif membukanya.
Rupanya yang datang adalah Omer, Arda, dan Pelin.
 
 
“Omer...” Ucap Elif sembari membaca wajah Omer yang dicekam kesedihan. “Sesuatu yang buruk telah terjadi?”
“Elif.... kami kehilangan Taner.” Jawab Omer.
Elif shock, menutupi wajahnya dan menangis. Omer mendekat dan memeluknya.
Sementara itu, Pinar berada di ruang ICU rumah sakit.
Keesokan harinya, Taner dikuburkan. Asli menangis di dekat pusaranya. Elif dan Nilufer berdiri di belakangnya. 
 
 





DAFTAR SINOPSIS TERBARU
CINTA ELIF

Artikel keren lainnya: