http://mahidevranlovers.blogspot.com/
Omer lalu mengantar Elif menemui
Cihan. Elif menghadiahinya berlembar-lembar uang. Setelah Elif pamitan pada
ibunya Cihan, dia berniat pergi dan Omer mengucapkan sesuatu padanya.
“Kau tak menikmatinya (pesta),
kan?”
“Tidak, malah sebaliknya. Aku
sangat menikmatinya. Tapi aku tidak mau mengganggumu lagi.”
“Kau memang berbeda dari orang
biasa, Signorina (Nona)!”
“Aku juga tumbuh di negara ini,
Commiser (Pak Detektif)! Kau menganggap kalau diriku tak nyaman dengan pesta
ini karena keluargaku kaya. Semoga harimu menyenangkan!” Elif lalu pergi.
Omer hanya terdiam. Dia hanya
melihat dari kejauhan saat Elif pergi dengan mobilnya. Wajah Omer terlihat
kesal.
Setelah itu, Omer, Arda, dan
Pelin berbincang di satu meja, masih di tengah pesta.
“Wow... Elif sungguh
mengejutkanku kadang-kadang!” Ujar Pelin.
Omer langsung menenggak habis
minumannya saat mendengarnya. Arda lalu meledeknya. “Haruskah kupesankan lagi
minuman untukmu?”
“Apa masih ada lagi sirup
strawberry-nya?” Tanya Omer.
“Aku akan
mencarikannya....”Jawab Arda.
“Jangan... dia sedang kacau...”
Ucap Pelin sembari menatap Omer.
“Bukankah kau yang memulai
pembicaraan ini, Pelin?” Omer kesal. Omer lalu menyuruh Arda. “Cepat bawakan
aku sirup strawberry yang banyak!”
Arda pun pergi. Pelin lalu
menanyai Omer. “Omer, ada sesuatu dalam hidup ini yang tak bisa kau ingkari.
Kau tahu itu kan?”
“Kenapa kau tak meminum tehmu
saja?” Suruh Omer.
“Baiklah, kita akan
membicarakannya nanti saja!” Pelin memalingkan muka.
Huseyin lalu datang. “Selamat
malam...!”
“Oh Kakak, kami sangat
meridukanmu!” Ledek Omer.
“Apakah kau bisa memberitahu
kami, kau sangat terlambat....” Tambah Pelin.
“Aku dinas di luar, Pelin!”
Jawab Huseyin.
“Selamat datang, Bos! Apa kau
mau minum?” Tanya Arda saat dia datang membawakan minumannya Omer.
“Jangan pikirkan soal itu
sekarang. Aku harus memberitahu kalian sesuatu.”
“Apa yang terjadi?”
“Menantunya Ahmed,,, Taner. Dia
bunuh diri.”
“Jangan katakan itu!”Ucap Arda.
“Kapan?” Tanya Omer.
“Semalam,” Jawab Huseyin.
“Kenapa kita baru tahu
sekarang?” Omer heran.
“Jangan marah! Apa kau pikir aku
yang merahasiakannya? Mereka mencoba menghubungi keluarganya tapi mereka tak
bisa menemui siapapun. Kita pun baru tahu sekarang.”
Omer lalu berniat pergi, dan
Huseyin menanyainya. “Kau mau kemana?”
“Ke tempat dimana insiden itu
terjadi, Kak!”
“Tak ada insiden, Omer! Pria itu
menanggung perasaan bersalah hingga dia membunuh dirinya sendiri.”
“Kak, ada seseorang yang mencoba
menutup kasus ini entah untuk alasan apa. Jangan membantu mereka juga. Kasus
ini akan ditutup tapi kau takan menutupnya demi aku, Kak!”
Omer lalu pergi. Arda dan Pelin
ikut bersamanya.
Huseyin kesal sendiri hingga
terpaksa ikut mereka.
Di dalam sel penjara, Omer
menginterogasi teman satu sel Taner (orang suruhan Tayyar dan Metin yang
membunuh Taner). Sementara itu Huseyin tampak diam di sudut tembok.
“Apa kau tak mendengar sesuatu? Dia
pasti membuat suara saat itu...” Tanya Omer.
“Bukankah aku pasti akan
mencegahnya jika aku mendengarnya? Maafkan aku, tapi aku benar-benar terlelap
saat itu.”
“Lalu bagaiana bisa kau gambar
kejadiannya?” Tanya Pelin.
“Ketika aku bangun, aku sudah
melihatnya tergantung. Pria yang malang. Semoga Allah mengampuni dosa-dosanya.”
“Dan setelah itu?” cecar Omer.
“Setelah itu mulai berteriak dan
para penjaga datang. Mereka yang menurunkan tubuh pria malang itu. Dia juga
meninggalkan selembar surat di kasurnya. Petugas datang dan mengambilnya.
Semuanya terjadi seperti yang kuceritakan.”
Meski begitu, Omer tampak tak
mempercayai orang itu. Omer lalu menoleh ke arah Huseyin. “Kau tak seharusnya
melibatkan dirimu dalam masalah ini, Kak!”
Mereka berdebat kecil. Omer lalu
memeriksa tempat tidurnya Taner. Ia menemukan kancing bajunya Taner, lalu
menyuruh Pelin mengambil sarung tangan untuk mengambilnya.
Omer curiga kalau kancing itu
milik Taner yang jatuh saat dia digantung. Huseyin meyakinkan Omer, bisa jadi
itu milik orang lain.
Arda datang membawa surat yang
ditulis Taner sebelum meninggal. Surat pengakuan Taner pada istrinya (Asli).
Omer terkejut melihatnya, karena disitu Taner mengakui semua.
FLASHBACK : Di malam terbunuhnya
Taner, sebelum teman satu selnya menjerat lehernya sampai tewas, seorang
penjaga datang membawa kertas dan pena. Penjaga itu menyuruh Taner menulis
surat pengakuan pada istrinya terlebih dahulu. Taner tak mau. Ia pun dipaksa
dengan tali dilingkarkan ke lehernya. Setelah ia menulis surat pengakuan itu,
Taner pun dibunuh dengan jeratan tali.
Flashback berakhir.
Omer menatap penuh curiga ke
arah teman satu selnya Taner. Setelah itu ia keluar. Arda, Pelin, dan Huseyin
ikut menyusul di belakangnya.
Rupanya Omer, Arda dan Pelin
pergi ke rumah Tayyar. Di depan rumahnya berdiri banyak penjaga.
Omer menunjukkan identitasnya.
“Saya Omer Demir. Detektif. Saya ingin menemui Tuan Tayyar Dundar!”
“Baiklah!” Salah penjaga lalu
masuk memanggil Tayyar.
Sementara itu, Pelin dan Arda
berbincang berdua.
“Kenapa kita meninggalkan Pak
Huseyin? Aku tak mengerti...” Ucap Pelin.
“Nanti saja kita tanyakan hal
itu pada Omer!” Jawab Arda.
Tayyar yang sedang berada di
teras depan rumahnya, menyuruh penjaganya agar mengizinkan Omer masuk. Penjaga
itu berlari memanggil Omer.
.
“Ada apa, Tuan Omer? Apa yang
terjadi malam ini?” tanya Tayyar. “Silahkan duduk....!”
“Aku tidak datang untuk duduk,
Tuan Tayyar! Bisakah kau memanggil Nona Pinar?”
Tayyar shock. “Apa alasannya?”
“Aku punya beberapa pertanyaan
mengenai kasus Ahmed Denizer dan Sibel Andac!”
“Aku kira mereka menahan Taner
dan kasusnya ditutup. Apa ada perkembangan baru?”
“Investigasinya masih berlanjut.
Semuanya bisa kujelaskan sekarang. Tapi bisakah kau memanggil Pinar?”
“Pinar tak ada disini.”
“Apa dia ke rumah ibunya? Bisakah
kau menghubunginya atau memberiku alamatnya?”
“Pinar telah meninggalkanku.
Kami berpisah.”
“Oh...hubungan kalian terlihat
harmonis dari kejauhan.”
“Itu juga yang kupikirkan. Tapi
hidup tak seperti itu. Penuh dengan kejutan.”
Sementara itu Omer terus mengawasi
rumah Tayyar. “Baiklah...! Apa kau punya sebuah alamat? Apakah kau tahu kemana
dia pergi?”
“Apakah kau datang untuk menabur
garam di lukaku?”
“Maafkan aku...”
“Itu tak penting. Kau sedang
mengivestigasi. Kau tak salah.”
“Selamat malam Tuan Tayyar. Maafkan
aku karena sudah mengganggumu.” Omer akhirnya pamitan.
“Kau juga, selamat malam!”
Di rumahnya, Elif dan Bahar dua
berdua di atas karpet, di ruang tamu.
“Aku mulai mendengar suara-suara
aneh di rumah ini. Rupanya saat dirimu tinggal sendiri, kau mulai merasa takut
pada rumahmu sendiri....” Ujar Elif.
“Dengarkan aku! Aku rasa kau
harus pindah dari rumah ini. Atau jual saja. Kau butuh uang. Mungkin rumah ini
hanya akan memberimu perasaan yang tidak baik.” Saran Bahar.
“Ibuku dan ayahku masih tinggal
di rumah ini, Bahar! Kami sudah tinggal di rumah ini. Aku akan berjuang hingga
akhir agar tak kehilangan rumah ini. Aku akan membuat rumah ini menjadi hangat
lagi.” Elif menangis.
Setelah itu terdengar bunyi bel
pintu. Elif dan Bahar bersama-sama menghampiri pintu, lalu Elif membukanya.
Rupanya yang datang adalah Omer,
Arda, dan Pelin.
“Omer...” Ucap Elif sembari
membaca wajah Omer yang dicekam kesedihan. “Sesuatu yang buruk telah terjadi?”
“Elif.... kami kehilangan
Taner.” Jawab Omer.
Elif shock, menutupi wajahnya
dan menangis. Omer mendekat dan memeluknya.
Sementara itu, Pinar berada di
ruang ICU rumah sakit.
Keesokan harinya, Taner
dikuburkan. Asli menangis di dekat pusaranya. Elif dan Nilufer berdiri di
belakangnya.