http://mahidevranlovers.blogspot.com/
Seorang pria (suruhan Tayyar dan Metin), datang ke penjara
dan menjadi narapidana yang tinggal satu sel dengan Taner.
Di kantor polisi, Huseyin dan Arda membicarakan kasus
pembunuhan lama. Omer lalu masuk dengan wajah suntuk.
“Selamat datang Omer!” Tegur Huseyin. “Apa yang terjadi
padamu? Kau bahkan tak mau membalas salamku!”
“Selamat datang, Kak!”
“Darimana kau?” Tanya Arda
“Aku punya beberapa pekerjaan,” Jawab Omer.
Pelin lalu masuk, “Berkasnya Taner telah tiba.”
“Apa kau sudah melihatnya? Apa katanya?” Arda penasaran.
Begitupun Omer. Huseyin hanya tersenyum dalam hati karena dia sudah tahu
isinya, dan sudah merekayasanya.
“Sampel darahnya cocok!” Jawab Pelin.
Omer dan Arda memeriksa laporannya. Huseyin lalu berucap,
“Apa yang kukatakan. Apa rambutku berubah jadi putih ini hanya untuk hal
sia-sia (membanggakan pengalamannya sendiri)? Terus baca saja, mungkin saja
kebenarannya akan berubah!” Ledek Huseyin.
“Laporannya sangat jelas. Pembunuh Ahmed Denizer dan Sibel
adalah Taner. Kasus ini selesai.” Ucap Arda.
“Belum selesai,” Sanggah Omer.
“Apanya yang belum selesai?” Tanya Huseyin, kesal.
“Bukankah kita sudah menginterogasi pria ini (Taner)? Apa
dia terlihat mencurigakan? Dia bahkan tak punya pandangan sedikitpun soal
lokasi pembunuhan.”
“Apa kau ingin dia mengatakan kalau dialah pembunuhnya atau
dia tahu lokasi pembunuhannya?” Sindir Huseyin.
“Terserah apa katamu, Kak, tapi Taner tak memiliki sebuah
motif untuk membunuh Ahmed Denizer dan juga Sibel.”
“Uang... uang.... adakah motif yang lebih baik dari uang?
Ada berlian dalam mobil itu yang harganya 110 juta dolar. 110 juta. Uang
sebanyak itu mampu membuat seseorang kehilangan akalnya. Taner membunuh pria
itu dan berencana lagi dengan kekasihnya. Dia mengikutinya dari belakang dan
sudah melihat berliannya. Dia pergi meninggalkan rumah untuk menemukan tempat
berlian itu disembuyikan. Itulah yang terjadi.”
“Baiklah kita memang tahu kalau ada bekas darah di bajunya.
Tapi untuk apa ada bekas darah di mobilnya Taner? Bukankah Ahmed dan Sibel
ditemukan berada di mobilnya Ahmed, dan kita sama-sama tahu bahwa sebelumnya
Sibel diseret ke mobilnya Ahmed. Itu jelas. Makanya, apa masuk akal jika
ditemukan jejak darah di bagasi mobilnya Taner?” Tanya Omer.
Pelin mulai ikut berpikir.
“Aku tak bisa menerima kasus ini selesai. Aku tak bisa!”
Omer terus saja menolak. Mereka telah menutup kasus ini sejak awal. Hal yang
sama terjadi saat ini. Seseorang telah menjebloskan Taner ke dalam penjara
untuk menutup kasus ini.”
“Apa yang kau katakan? Kita sudah mengerjakan kasus ini
sepanjang waktu. Kitalah yang sudah mengumpulkan barang buktinya. Omer,
sekalipun kau tak bisa mempercayai apa yang telah dilakukan Sibel, itu tak akan
mengubah kenyataan!” Sentak Huseyin.
“Apa yang kau katakan?”
“Apa yang kau katakan?”
Huseyin dan Omer bertengkar. Pelin dan Arda merelai.
Omer lalu pergi, “Kau sudah keliru... kau sudah keliru....”
Sementara itu Huseyin terus saja mengomel di belakang.
Di luar gedung kantor polisi, Arda terus saja menasehati
Omer. Setelah itu mereka membahas soal berlian dan Taner. Arda meyakinkan Omer
kalau siapapun mampu melakukan kejahatan demi berlian. Tapi Omer masih bertahan
dengan keyakinannya bahwa Taner bukanlah pembunuh. Arda lalu bertanya,
“Omer, bagaimana dengan Elif?”
Aku sudah memberitahunya. Aku sudah bilang dan aku
berharap tak pernah memberitahunya.” Jawab Omer.
“Jangan katakan itu! Itu buruk. Apa yang akan kau lakukan?
Maksudku apa yang akan terjadi? Apa hubungan kalian sudah selesai? Akankah kau
melupakannya?”
“Aku masih bisa belum bisa meyakinkan diriku sendiri untuk
menerima semua itu, Kawanku. Aku tak mampu.” Ucap Omer yang kemudian masuk ke
dalam mobilnya.
Arda lalu berujar, “Aku tahu. Kau berada dalam posisi yang
sangat sulit saat ini. Lalu apa yang akan kau lakukan? Bukankah kita tahu bahwa
Elif telah melakukan kejahatan (money laundry)? Tidakkah lebih buruk, jika Elif
diinterogasi besok atau nanti oleh Bagian Kriminal? Apa kau akan tetap diam?
Apa kita akan bersikap seolah-olah tak tahu apa-apa?“
Omer tampak berpikir karena omongan Arda ada benarnya.
Omer hanya menatap Arda, seolah-olah memberitahu Arda kalau
Omer ingin menyelesaikannya sendiri. Arda pun setuju, “Baiklah, lalukan apa
yang kau inginkan!”
Setelah itu Omer pergi.
Melike dan Ibu Elvan berjalan kaki menuju rumah Elif. Di
belakangnya ada Demet.
Melike terus saja menggerutu karena kelelahan. Dia protes
pada ibunya. Tapi Ibu Elvan menjelaskan kalau mereka harus datang ke rumah Elif
untuk ikut acara pengajian karena Elif sudah mengundang. Melike setuju, dan
menganggap Elif sebagai keluarganya.
Demet lalu memberitahu ibu dan neneknya kalau mereka sudah
sampai di depan rumah Elif. Melike langsung terbeliak tak percaya, kagum, saat
melihat begitu besar dan mewahnya rumah Elif.
“Ini bukan rumah, Sayang. Ini Istana....” Ucap Melike.
“Betapa kayanya mereka!”
Ibu Elvan lalu mengajak menantunya itu menyeberang.