http://mahidevranlovers.blogspot.com/
.
“Tinggalkan aku sendiri! Jangan
mengurusi yang bukan urusanmu. Kenapa kau selalu mencampuri hidupku?”
“Sudah berapa lama semua ini (hubungan)
terjadi? Jawab aku Nilufer!
“Jangan ikut campur! Tinggalkan aku
sendiri!”
“Apa maksudmu dengan jangan ikut campur?
Aku kakakmu dan pria itu orang yang sangat jahat.”
“Sekarang kau sebut aku adikmu. Dimana
kau saat itu, saat aku melewati hari yang buruk (saat diculik)?”
“Aku berada di sampingmu, Nilufer. Ada
di sisimu dan tak pernah meninggalkamu.”
“Aku sudah tahu semuanya, Elif. Metin
sudah memberitahuku.”
“Apa yang kau lakukan dengan pria itu?
Jadi sekarang kau mempercayainya? Nilufer pria itu memanfaatkanmu untuk
melawanku.”
“Kau memang tahu semuanya. Kau selalu
sempurna, dan akulah yang bodoh. Aku memang dimanfaatkan. Kau orang yang penuh
cinta dan pantas dicintai. Bukan begitu Elif?” Nilufer meledek.
“Jangan mengatakan hal seperti itu?
Nilufer dengarkan aku... “
“Aku sudah cukup mendengarkanmu Elif!
Sekarang dengarkan aku. Aku sudah tahu semua pekerjaan kotor yang kau dan ayah
kita lakukan. Aku tahu kalau melakukan pencucian uang.”
“Apa maksudmu? Aku dan ayah kita adalah
orang-orang yang jahat, dan kau Cuma mempercayai kata-kata pria yang Cuma kau
kenal selama 3 hari saja (Metin)? Dan kau tak menemuiku juga tak bertanya
padaku.”
“Karena aku sudah menonton sendiri
semuanya (video rekaman Elif saat pencucian uang di bank Roma).”
“Andai saja bisa kutangkap pria itu...”
Elif kesal sekali.
“Apa yang akan kau lakukan? Kau juga
seorang kriminal, Elif!”
“Baiklah. Karena Metin sudah mempertontonkan
video itu, apakah dia mengatakan kenapa aku melakukan pencucian uang?”
“Tidak.”
“Nilufer! Metin mengancamku. Aku
melakukan semuanya untuk menyelamatkanmu. Aku melakukan semuanya agar aku bisa
melihatmu lagi. Aku tidak tahu soal pencucian uang hingga kematian ayah kita.”
“Aku tak mempercayaimu.” Nilufer
melenggang pergi.
Elif menarik lengannya dengan kasar.
“Apa maksudmu dengan kau tidak mempercayaiku. Kita belum selesai bicara. Pria
itu memakaimu untuk melawanku dan kau sudah dibodohinya. Tujuan utamanya
hanyalah untuk menjadikanku kurirnya. Dia meneleponku dua hari yang lalu dan
mengancamku lagi. Jika dia sangat mencintaimu, kenapa dia menyuruh kakakmu
menjadi kurir? Itukah kekasih yang hebat, yang kau bicarakan tadi... demi
Tuhan!”
“Metin sungguh mencintaiku. Dia
mencintaiku lebih dari kau mencintaiku, dan dia tak pernah melukaiku. Apa kau
tahu saat aku diculik dulu, jika saja Metin tidak datang, apa yang akan terjadi
padaku? Jika saja Metin tidak datang tepat waktu, salah satu anak buahnya akan
memperkosaku. Metin lah yang menolongku.”
“Nilufer, Demi Tuhan, Metin itu salah
satu orang yang menculikmu...dia menyekapmu selama berhari-hari. Apa yang
terjadi pada kita semuanya karena dia. Buka matamu Nilufer! Aku satu-satunya
orang yang berusaha menyelamatkanmu.”
“Aku rasa kau tak pernah
menyelamatkanku, Elif. Aku tak pernah mengiginkan kau melakukan apapun. Aku tak
berharap. Kau bukan ibuku. Aku Cuma punya satu ibu dan dia telah tiada. Oke?
Kau tak perlu berbuat apa-apa lagi untukku!”
“Nilufer, jangan katakan hal itu!”
“Aku akan mengemasi semua
barang-barangku, dan aku akan pindah ke tempat pacarku (Metin). Karena disini
sudah tidak ada lagi yang disebut keluarga. Semua orang sibuk dengan urusannya
sendiri. Tinggalkan aku, Elif!”
“Kau harus melangkahiku dulu sebelum kau
menemui pria itu!”
“Elif, enyahlah dari jalanku, karena aku
akan tetap pergi...!”
“Tidak, kau tidak akan pergi.”
“Elif aku akan pergi!”
“Nilufer, kau tidak akan pergi
kemanapun.”
Elif lalu menampar Nilufer. Nilufer
menangis. Elif sedikit menyesal. Tapi dia tetap tegas dan memanggil Huliya.
“Ya, Nona Elif!” Huliya datang.
“Kemasi semua pakaian Nilufer ke dalam
tas sekarang! Cepat!”
“Baik, Nona!” Huliya lalu masuk ke
dalam.
Nilufer protes, “Kau tak bisa melakukan
semua ini. Kau tak bisa mengirimku ke New York. Aku tak bisa meninggalkan Metin
atau pergi kemanapun.”
“Aku kakakmu, Nilufer. Dan aku masih
bertanggung jawab atas dirimu. Aku punya hak untuk memerintahmu. Kau akan
menurutiku.”
Di sebuah terminal bus, Omer
mondar-mandir memainkan korek apinya. Seseorang datang dengan mengemudikan
sedan hitam. Omer tampak berhati-hati saat masuk ke dalam mobil orang itu.
Rupanya dia seorang polisi. Omer
memanggilnya, “Komandan!”