http://mahidevranlovers.blogspot.com/
“Elif sedang tak baik keadaannya,,,, aku
harap kau naik dan melihat sendiri keadaannya.”
“Ini sudah terlambat Bu (pengajiannya
sudah selesai). Nanti saja!”
Setelah itu Omer menyuruh ibunya masuk
ke dalam mobil, dan langsung pergi tanpa menoleh ke arah Elif (yang berdiri di
teras).
Malam. Usai makan malam, Melike dan Ibu
Elvan berdebat kecil soal dapur mereka yang kecil, wastafel mereka yang mampet,
kotor, tak seperti dapur di rumahnya Elif yang sangat bagus. Namun Ibu Elvan
mengajari Melike untuk bersyukur.
Melike lalu memberitahu mertuanya, “Kau
pasti menyukai hal ini Bu. Huseyin punya deposito sebesar 20 ribu lira. Jika
kita memintanya, kita bisa merenovasi dapur kita.”
“Darimana uang sebanyak itu?” Ibu Elvan
terkejut.
“Dia menabungnya untuk uang kuliah
Demet. Tapi kan Demet tidak kuliah. Tak ada yang tahu uang itu untuk apa. Kita
bisa memakanya untuk renovasi dapur. Kita bisa membuang furnitur lama di ruang
tamu dan menggantinya denga yang baru. Ganti juga mesin cucinya dan kita beli
kulkas yang baru. Bukankah itu hak kita untuk sedikit saja menikmati hidup ini,
Bu?”
“Selesaikan saja mencuci piringmu!”
Ibu Elvan pergi, dan Melike Cuma bisa
merengut sambil berkacak pinggang.
Di tempat bilyard, Omer dan Arda duduk
untuk minum-minum dan berbincang. Omer memberitahu Arda kalau ia mengajak Arda
minum karena dirinya marah pagi tadi. Arda bilang itu tak masalah.
“Tuhan tahu, hal terburuk dalam hidupku
Cuma masalah perceraian,,,, dan karena itu juga aku bersyukur pada Tuhan karena
dia (mantan istrinya) akhirnya meninggalkanku....” Ujar Arda.
Omer pun menyebut dirinya juga sedang
baik-baik saja, karena ada dukungan Arda, Pelin....
Arda menimpali, “Elif...”
Omer melirik Arda. Arda pun berucap,
“Jangan menghilangkan namanya dari hidupmu, Kawan. Dia telah banyak
membantumu.”
“Seperti itukah?
Arda kembali bertanya pada Omer, Apa
yang dilakukannya setelah ini. Omer bilang, tak tahu. Dia tak tahu harus
berbuat apa, karena setelah melakukan banyak hal, pada akhirnya dia telah jatuh
cinta pada seorang penjahat (Elif).
“Kau tahu, Kawan! Hatiku hancur dua
kali....”
Di rumahnya, jam dua belas malam, Elif
bermimpi buruk hingga terbangun dari tidurnya. Ia lalu mencari Nilufer di
kamarnya, namun kamarnya kosong.
Rupanya Nilufer sedang pacaran dengan
Metin di atas kapal (tak jauh dari depan rumahnya).
“Kenapa kita harus bertemu dengan cara
seperti ini? Aku bisa menemuimu.” Ucap Nilufer.
“Kita harus berhati-hati mulai dari
sekarang! Atau kita akan berpisah.”
Nilufer menangis, dan bersandar di
bahunya Metin.
“Jangan tinggalkan aku. Aku
membutuhkanmu. Rasanya hatiku patah menjadi dua. Jiwaku begitu terluka, Fatih!”
“Aku harap aku bisa menghapus semua
dukamu! Aku disini. Lihat! Aku bersumpah tak akan meninggalkanmu sendirian di
dunia terkutuk ini. Aku janji!”
Nilufer mengangguk, dan keduanya
berpelukan.
Sementara itu Elif mencari Nilufer di
ruang tamu. Kosong. “Nilufer!” Panggilnya.
Elif lalu melangkah ke teras dan melihat
Nilufer keluar dari speed boat yang menepi ke pinggir jalan dekat pantai.
Elif
pun turun ke jalan raya, dan menghampiri Nilufer. Alangkah terkejutnya Elif
saat melihat Nilufer berpelukan dan berciuman dengan Metin (Fatih) dari
kejauhan.
Metin lalu pergi dengan speed boatnya.
Dia melambaikan tangan ke arah Nilufer. Metin tak tahu kalau Elif melihatnya.
Elif segera mendekati Nilufer.
“Nilufer!”
“Elif!”
“Apa yang kau lakukan?”
“Ngobrol sama temanku.”
“Temanmu? Kau pikir aku tak melihat
siapa pria barusan? Apa yang kau lakukan, Nilufer? Apa kau gila?”
Nilufer marah. Elif kembali bertanya.
“Apa yang kau lakukan dengan pria gila itu?”
“Itu bukan urusanmu, Elif!” Nilufer lalu
kabur ke rumah.
Elif mengejar. “Nilufer!”
Sesampainya di depan pintu lift.
“Nilufer, kita harus bicara!” Bentak Elif.
Nilufer malah naik tangga, dan Elif
masih mengejarnya.