http://mahidevranlovers.blogspot.com/
“Paman Tayyar, bisakah Nilufer tinggal
bersamamu sementara waktu?”
“Dengan senang hati, tentu saja dia bisa
tinggal disini. Kalian putri-putriku.”
“Dia menghabiskan waktu dengan seorang
pria yang bisa melukainya, tapi dia tak bisa melihat semua itu. Aku tak ingin
dia tinggal sendirian, Paman.”
“Jangan takut. Aku akan menjaganya seperti
ayahnya.”
“Terima kasih banyak. Dan kita harus
membahas kuliahnya. Dia menghentikan study-nya, padahal dia bisa
melanjutkannya... tapi...aku tak ingin dia pergi ke New York.”
“Baiklah. Kita akan mengurus semua itu
juga. Presiden universitas tempat Mert kuliah adalah temanku di klub. Itu
mudah.”
“Aku tidak tahu bagaimana aku harus
berterima kasih padamu...” Elif menggenggam tangan Tayyar. “Setiap aku
membutuhkan bantuan, kau selalu mengulurkan tanganmu.”
“Lalu, apa yang kau lakukan sendirian di
rumah sebesar itu? Karena Asli belum kembali. Atau kau akan menutup rumah itu?”
“Aku tidak akan berada di sini sementara
waktu...”
“Aku mulai khawatir sekarang...kemana
kau akan pergi? Apa kau akan pergi ke Roma?”
“Bukan. Sebenarnya aku masih akan
tinggal disini...tapi ada masalah yang butuh kuselesaikan. Maksudku... aku tak
akan bisa melanjutkan hidupku sampai semua beban itu lepas dari bahuku. Atau
saudari-saudariku yang akan tersakiti dan bukan diriku. Paman Tayyar... aku
telah membuat keputusan penting untuk diriku sendiri. Karena kami tidak
memiliki siapapun kecuali diri kami sendiri. Dan tentu saja, karenamu juga. Aku
harap aku bisa membayar semua hutang-hutangku suatu hari nanti.”
“Kau membicarakan sebuah teka-teki,
Elif. Aku merasa sedih sekarang. Bicaralah yang terus terang! Kemana kau akan
pergi?”
“Kau akan tahu nanti. Itu bukanlah
tempat rahasia.”
“Baiklah!”
Elif dan Tayyar keluar menemui Nilufer
dan Mert.
Setelah pamitan singkat, Elif akhirnya
pergi. Nilufer tampak acuh saja.
Tayyar lantas menasehati Nilufer agar
tinggal di rumahnya sementara waktu sampai kemarah Elif mereda. Tayyar lalu
meminta ponselnya Nilufer.
“Kenapa? Apa ada yang salah dengan
ponselku?” Tanya Nilufer.
“Aku sudah berjanji pada kakakmu! Aku
tak ingin sesuatu yang buruk terjadi padamu. Itu akan membuatku menyesal.
Berikan ponselmu! Aku akan menyimpannya, dan nanti kau bisa mendapatkannya
lagi!” Janji Tayyar.
Nilufer akhirnya bersedia memberikan
ponselnya.
Di lantai dua rumahnya, Tayyar menelepon
Metin.
“Ya, Paman!”Sapa Metin.
“Apa kau sudah menyiapkan kurir? Apakah
Elif akan pergi ke Roma?”
“Dia menolaknya. Tapi, aku akan
menyuruhnya lagi hari ini atau besok.”
“Saat kau menyuruhnya pergi, itu sudah
terlambat.”
“Apa yang kulewatkan lagi, Paman?”
“Cepat! Tinggalkan semua pekerjaanmu sekarang.
Temui akui di pantai. Aku akan menunjukkanmu apa yang kau lewatkan...!”
Kembali ke Omer dan Komandan Sami,
“Kau adalah bosku sekaligus guruku. Aku
bisa meragukan diriku sendiri. Tapi aku tak akan pernah bisa meragukanmu. Aku
setuju dengan apapun yang kau katakan.”Ucap Omer.
“Inilah Kapten Omer yang telah aku
besarkan. Jangan melakukan apapun sedikitpun sebelum mendengar arahanku...
Oke?”
“Baiklah!”
“Bahkan kakakmu tidak boleh tahu apa
yang kita bahas. Sepakat?”
Omer menyalami tangan Komandan Sami, “Sepakat!”
Setelah itu Komandan Sami pergi dengan
mobilnya. Tertinggal Omer di tepi pantai.
Elif menemui pengacarannya di apartemen.
Sebnem.
“Elif, apa yang terjadi? Apa kau
baik-baik saja?” Tanya Sebnem usai membuka pintu.
“Sebnem, maafkan aku. Aku tahu aku
mengganggumi di jam seperti ini tapi aku harus bicara padamu... ini sangat
penting.”
“Tentu saja... ayo masuklah...!”
Tayyar bertemu dengan Metin di dalam
mobil dekat pantai. Keduanya menonton video rekaman CCTV saat Asli mendorong
Zerin hingga kepalanya terbentur, lalu tewas.
Tayyar lalu menyuruh Metin menggunakan
rekaman video itu untuk mengancam Elif.
Kembali ke Elif dan Sebnem. Keduanya
duduk di atas sofa, saling berhadapan. Rupanya Elif sudah menceritakan
masalahnya pada Sebnem.
“Elif, apa kau yakin baik-baik saja?”
“Ya!”
“Hukuman untuk kasus pencucian uang
adalah kuburan, Elif! Apalagi mereka akan berpikir kalau kau bagian dari
komplotan pencucian uang...”
“Aku tak melakukannya atas keinginanku
sendiri, Sebnem! Mereka mengancamku.”
“Ya, kau benar, tapi sejak dulu ayahmu
telah memakai perusahaanmu. Ada tanda tanganmu juga, Elif. Jika kita tak bisa
membuktikan apapun, semuanya akan berada di tangan hakim, dan kau mungkin akan
mendekam di penjara.”
“Aku tak bisa hidup karena pria-pria itu
(Metin dan komplotannya). Mereka telah memasuki rumahku dan memainkan pikiran
Nilufer. Semua ini sudah cukup, Sebnem. Apapun yang akan terjadi, terjadilah!”
Hari berganti pagi.
Di penjara, teman satu sel Taner (orang
suruhan Metin yang sudah membunuh Taner) berteriak memanggil penjaga. Di
belakangnya terlihat Taner sudah tewas tergantung di jendela (seolah-olah bunuh
diri).
“Penjaga...! Apa ada seseorang? Pria ini
menggantung dirinya sendiri! Penjaga...!”
Di rumah sakit, Asli akhirnya membuka
mata. Matanya terbeliak memarah dan berkaca-kaca.