http://mahidevranlovers.blogspot.com/
“Kenapa kau begitu marah seperti ini?
Gadis ini single dan mencintaiku Gadis ini tak punya kekasih... “
Tayyar memikirkan soal Mert, yang juga
mencintai Nilufer. Tayyar pun mengancam Metin, “Jika kau mendekati Nilufer
lagi, aku akan membuatmu menyesal karena telah meminum air susu ibumu. Jiwa
siapapun akan terluka, Metin. Dan yang paling terluka, adalah kau.”
“Aku mencintai gadis itu!”
“Diam kau! Siapa kau hingga berani
mencintai Nilufer? Lihat dirimu dan lihatlah Nilufer! Siapa kau? Heh! Siapa
dirimu ini?”
Metin hanya melotot menahan amarahnya.
Tayyar lalu melanjutkan ucapannya, “Jika kau punya pekerjaan, itu semua karena
aku. Bahkan jika kau punya uang untuk membeli celana dalam, itupun karena
diriku. Setiap napasmu berhutang padaku. Kau akan mengikuti perintahku dan
hidup seperti keinginanku. Mengerti? Mengerti? Beraninya kau mengkhianati
kepercayaanku! Beraninya kau!”
Tayyar lalu menyuruh Metin meletakkan
tangannya di depannya. Tayyar sudah mengambil palu sebelumnya.
“Letakkan tanganmu disitu!”
Metin akhirnya meletakkan jemari
tangannya.
“Jari mana yang kau gunakan untuk
menyentuh Nilufer? Yang mana? Huh? Kau tidak akan pernah menyentuh Nilufer
lagi!” Tayyar akhirnya memukulkan palu itu ke jemari Metin.
Ahhh sadisss! Sebelum pergi, Tayyar
menyuruh Metin membawakan Taner di depannya dalam satu hari.
Di pemakaman, Elif berdiri di depan
kuburan ayahnya.
“Terakhir aku kesini saat pemakamanmu,
Ayah! Aku tak pernah lagi datang kesini sejak hari itu karena aku marah padamu.
Kau menyembunyikan banyak orang dalam hidupmu yang tak kuketahui. Apa kau tahu?
Aku mencintai seseorang untuk pertama kalinya. Aku mempercayai seseorang untuk
pertama kalinya. Aku jatuh cinta pada seseorang untuk pertama kalinya. Aku
telah memimpikan masa depan bersamanya. Tapi hari ini semua itu berakhir. Aku
kehilangan dirinya. Aku sungguh marah padamu. Kau tidak Cuma mengambil masa
mudaku. Kau juga telah membunuh masa depanku, Ayah. Tapi kau tahu apa yang
paling? Aku sungguh membutuhkanmu saat ini.”
Elif menangis dan duduk di kuburan
ayahnya. “Aku sungguh membutuhkanmu. Jika kau disampingku sekarang, kau bisa
memelukku dan membelai rambutku. Dan kau akan bilang, semua ini akan berlalu,
anakku! Agar aku bisa punya kekuatan untuk melanjutkan hidup. Tapi semua itu
telah terlambat. Aku sekarang sudah sepertimu. Kumohon padamu ayah,,,, pegang
tanganku! Pegang tanganku dan tolonglah aku.... kumohon pegang tanganku Ayah!”
Omer muncul di belakang Elif. Elif
terkejut.
Omer mengulurkan tangannya. Elif pun
menggenggamnya dan berdiri.
“Bagaimana kau bisa menemukanku?” Tanya
Elif.
“Aku berusaha mencarimu. Bahar juga
berusaha menemukanmu. Tapi kau tak menjawab teleponmu.”
“Aku tak mendengar bunyinya....itu tidak
lagi penting kau kau sudah ada disini....apa kau kesini untuk bicara? Percayalah
Omer. Aku siap melakukan apapun yang kau katakan nanti. Kuakui semua
kesalahanku, dan aku siap menebus semuanya....”
“Elif, aku kesini untuk bukan
membicarakan hal itu.”
Elif penasaran, “Kenapa kau kesini?”
“Aku punya kabar buruk untukmu.”
“Apa yang terjadi?”
“Kecelakaan apa?”
“Asli?”
“Tak terjadi apa-apa pada Asli!”
Elif tenang. Namun penasaran, “Lalu apa
yang terjadi?”
“Kami telah kehilangan ibumu... aku
turut berduka...”
“Jangan bercanda! Apa maksudmu dengan
kami kehilangan ibumu?”
“Saat ibumu menjaga Asli di rumah sakit.
Dia terlepeset dan kepalanya terbentur. Mereka berusaha menyelamatkannya, namun
tak berhasil.”
“Omer, jangan bersikap yang tidak masuk
akal. Tanah kuburan ayahku belum kering... bagaimana bisa aku kehilangan ibuku
juga, Omer?” Elif menangis. “Ibuku tak boleh mati, Omer. Dia tak boleh mati.
Kau pasti bohong!”
Omer pun memeluk Elif untuk
menenangkannya. Elif benar-benar terpukul. Tangisnya pecah dan hatinya hancur.
Keesokan harinya, Zerin dikuburkan.
Nilufer terus saja menangis di pelukan Elif. Omer dan Arda tampak sibuk
mengubur tanah ke kuburan Zerin.
Omer sangat tak tega melihat Elif.
Setelah itu ia menemui Elif dan mengucapkan
belasungkawa.
Seluruh keluarga Omer pun datang. Mereka
berurutan mengucapkan belasungkawa pada Elif.
Di tempat terpisah, Asli masih tertidur
dan tak sadarkan diri di rumah sakit.
Setelah semua pelayat pergi, Elif
mendekati kuburan ibunya dan menangis di sana dengan ditemani Tayyar Dundar.
Omer terus saja memperhatikan Elif dari kejauhan. Omer tampak tak tega.